Senin, 05 September 2011

Di Lingkar Gunung


Di Lingkar Gunung
: untuk Cordovaku

Di lingkar gunung, embun menggigil di pucuk dedaun. Langit membiru seolah tahu
rencana perjalanan kita pagi itu, mengelana ke tanah lama tak terjamah.

Kaki-kaki kecil menapaki jalan penuh liku. Napas kita tersenggal saat menanjak,
lalu menghela saat menurun. Tetapi, angin dan awan adalah milik kita.

Di lingkar gunung, sebuah rumah menyambut hangat. Rumah itu telah lama
kehilangan tawa, sedangkan kita telah lama kehilangan rumah.
Mengapa tidak kita saling berbagi kisah saja?

Layaknya anak berangkat tidur, kita khusyuk dalam dongeng-dongeng.
Layaknya ibu, rumah itu berkisah tentang sawah yang telah lama
ditinggalkan lelakinya ke kota. Ia pun menceritakan padi yang  enggan berisi
karena musim tak mesra lagi. Tak lupa dikisahkannya kerbau yang selalu melenguh  
karena tak juga dikeluarkan dari kandang. Ia rindu main lumpur.

Sesanyup terdengar sawah mengajak bermesraan. Kita pun mandi lumpur.
Kita cangkul agar tanah menjadi gembur. Semoga padi kembali berisi.

Tak lama, kayu-bambu di tungku menebarkan aroma bumbu. Siapa ia yang tak mau?
Tetapi kita sedang belajar tentang kesabaran. Kita pun menuju sungai, membersihkan  luka
pada badan, mengerak sekian lama. Semoga kita pulang dengan jiwa yang baru.

Kepulangan kita siang itu diiringi hujan, padahal lengkung langit masih terlihat biru. Mungkinkah langit mengetahui kesedihan rumah di lingkar gunung itu?
Rumah itu akan kembali menghitung senja sendirian, mengumpulkan kisah-kisah.
Siapa tahu nanti anaknya akan pulang atau paling tidak singgah
untuk mendengarkan kisah tentang rindu dan haru.


Ngamprah, 8 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar